↻ Lama baca 2 menit ↬

INFORMASI KURANG KOMPLET DAN KENANGAN SAYA.

tagihan PLN

Baru hari ini saya melihat surat tagihan dari PLN. Suatu hal yang sudah lama dilakukan oleh Telkom, operator selular, dan ISP. Bagaimana surat tagihan itu? Terinci — lebih komplet daripada tagihan via SMS. Informatif? Tidak.

Saya yakin tidak semua konsumen listrik tahu rincian perhitungan dan rumusnya. Tidak semuanya mengikuti pemberitaan di koran. Tidak semuanya membuka situs PLN (semoga ada info ini). Tidak semua konsumen sadar bahwa mereka membiayai penerangan jalan umum — sehingga boleh mencak-mencak kalau pemda ingkar kewajiban.

Kalau semua konsumen seperti Dimas Priyadi, yang cermat dan tanggap terhadap segala hitungan, tentu produsen senang. Produsen tak perlu menjadi kamus, sehingga bisa langsung berdiskusi ke pokok persoalan.

Nah, usul saya untuk PLN adalah menjadikan lembar belakang surat tagihan sebagai halaman takarir (glosari). Daftar bank dan sejenisnya bisa dibikin lebih ringkas.

Dengan begitu konsumen akan paham apa yang dimaksud dengan “cicilan pemakaian kWh kurang tagih” dan “dis-insentif energi”, selain “faktor rugi trafo” dan “pemakaian kWh Blok III/kVrh“.

Uh, penuh jargon? Memang. Ada belasan. Periksalah lembar tagihan Anda. Kalau Anda paham semuanya berarti Anda well informed — atau mungkin Anda instalatur listrik yang jadi anggota DPR.

Tentu lembar tagihan ini juga punya nilai plus. Misalnya mencantumkan kurva pemakaian listrik tiga bulan terakhir. Sayang, cuma dihitung dari biaya per bulan, tak menyertakan konsumsi setrum bulanan.

tagihan PLN

Selama ini saya tak pernah mendapatkan tagihan, dan tak punya lembar bukti tagihan berikut bukti lunas. Sudah sepuluh tahun lebih saya membayarnya secara online.

Akibatnya setiap kali dimintai bukti konsumsi listrik, misalnya oleh sekolah (biasanya untuk membuktikan ke[tidak]makmuran), saya pun kelabakan. Maksimal, kalau ada, dan masih terbaca, saya hanya punya struk ATM atau cetakan dari transaksi e-banking. Bukti pembayaran via ponsel tentu akan merepotkan.

Tentang rekening listrik, saya punya dua kenangan. Pertama: sebelum membayar secara online, dulu saya memilih langsung membayar ke kantor PLN dua hari selewat jatuh tempo.

Lebih baik membayar denda daripada mengantre di loket inkaso. Di loket inkasi, selain lama, ketika nama dipanggil saya tak mendengar karena sedang membaca atau tertidur.

Kenangan kedua: saya pernah menunggak sebuah tagihan pada sebuah bulan, dan berlarut, sampai lupa, padahal bulan-bulan berikutnya beres. Akbatnya PLN mengancam mencabut sambungan listrik rumah saya.

Kenapa saya sampai terlambat dan lupa berlama-lama? ATM tempat saya membayar dibongkar perusuh, dan mesinnya digondol penjarah. Itu terjadi saat Kerusuhan Mei 1998.

Denda yang saya bayar banyak sekali. Kesalahan PLN adalah tidak memasukkan tunggakan ke tagihan berikutnya. Jawaban orang PLN yang menangani kasus saya, “Iya ya, kenapa bisa begitu ya? Namanya juga kerusuhan ya, Mas.”

Rusuh di luar, kacau di sistem dalam dong. :D

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *