MUNGKIN MALAH SAMA SAJA. :D
Konon hanya orang sibuk yang bisa menghargai apa yang disebut “santai”. Untuk pemalas bin pengangguran, santai bukanlah kemewahan.
Ada pula pendapat, hanya orang yang rajin bangun pagi yang akan beroleh rezeki. Mereka yang takut kepada Matahari akan jauh perolehan nafkah.
Bagaimana dengan hari libur, baik saat akhir pekan maupun tanggalan merah?
Ada yang justru bangun lebih bagi dari biasanya, karena itulah cara untuk mensyukuri hari prei. Sayang jika waktu dilewatkan bersama bantal dan mimpi.
Namun ada juga yang sebaliknya. Justru pada hari libur mereka memilih bangun siang, bahkan mandi pun ditunda, karena itulah saat untuk merayakan kebebasan dari rutinitas yang menyiksa.
Tentu variasinya banyak, artinya tak hanya ada dua pilihan itu. Ada yang tetap bangun menjelang subuh untuk sembahyang, lalu kembali tidur. Ada yang pokoknya bangun tak sepagi biasanya, tetapi tetap mengutamakan mandi.
Manakah yang baik lagi benar, itu terpulang kepada setiap orang dan bahkan setiap keluarga. Kok keluarga?
Zaman sudah berubah. Sebagian keluarga lama tak menenggang bangun siang, apalagi menunda mandi, bahkan pada hari libur sekalipun. Sementara bagi beberapa orangtua zaman sekarang, terutama setelah anak-anaknya bisa mandi sendiri, hari libur dijadikan pembebasan.
Di luar kelompok itu ada pula kelompok “bangsawan”, yang dalam pelesetan orang Jawa adalah “bangsane tangi awan” (bangsa bangun siang). Mau hari libur atau hari kerja, bangun siang adalah kebutuhan demi kesehatan. Dokter waras mana pun tidak ada yang menganjurkan orang yang berangkat tidur pukul 07.15 untuk bangun pukul 07.30 di pagi yang sama.
Boleh tahu, kebiasaan bangun tidur Anda (dan keluarga Anda) pada hari libur? Cerita dong… :)
© Foto: Dayinta Sekar Pinasthika, Maret 2008