KESAN SEKILAS SOK TAHU SETELAH MELIHAT BOCAH TIDUR DI TEPI PEREMPATAN.
Apa sih yang disebut hidup nyaman? Beda orang beda timbangan. Dan anehnya yang jadi ukuran adalah orang lain. Ketika memandang bocah ini masih tertidur pulas di tengah keramaian, tadi pagi pukul delapan kurang lima, orang yang mengidap insomnia mungkin akan iri, padahal kamarnya ber-AC dan bantalnya bersubal bulu angsa.
Tapi juga bisa jadi anak di lampu merah Bunderan Slipi, di perbatasan Jakarta Barat – Jakarta Pusat dari arah Palmerah Selatan, itu menganggap kehidupan orang lain lebih nikmat. Makan tinggal memilih, berjalan tinggal mengayun langkah tanpa kekhawatiran kena garuk polisi pamong praja.
Tentu bisa pula muncul pendapat, bagi anak-anak macam ini, paham Huck Finn yang bebas merdeka tetap lebih memikat. Kamar tidur yang rapi dan hidup serbatertib adalah penjara.
Pendapat lain muncul dari masing-masing Anda. Tak ada yang mutlak benar, apalagi kalau kita cuma menjadi penonton. Pekerja sosial yang mengurusi rumah singgah lebih memahami masalah anak-anak ini dari dimensi yang lebih kaya.
Apa pula kata negara?
Oh, apa tadi negara?
Siapa itu yang menjadi representasi negara? Yang pintar pidato dan bikin juklak? Atau siapa pun yang bergaji dari pajak rakyat lantas melakukan apa pun atas nama cita-cita luhur negara tapi tak lebih dari posting seorang blogger yang hanya bisa berkomentar dan bertanya?
2 Comments