Malaikat Buruk Rupa dan Iblis Rupawan

▒ Lama baca 2 menit

GODAAN DAN PELUANG UNTUK NYOLONG.

cd di warung kopiMalaikat sering digambarkan cantik dan tampan (apakah mereka berkelamin?). Iblis sering dicitrakan bermuka buruk — malah bertaring, bertanduk, berekor.

Nyatanya, teman sejati kita adalah si buruk rupa: selalu tahu dan pintar soal yang enak dan gampang. Artinya, teman baik kita itu sebetulnya keren lagi rupawan/wati.

Teman baik hati itu mendampingi saya. Tepat di depan dua kotak CD titipan major label (@ Rp 75.000) di sebuah kedai kopi. Tiada yang mempedulikan CD itu.

Pramusaji kelelahan melayani serbuan pembeli di Rest Area 57, di tepi jalan tol Jakarta-Cikampek (Karawang Timur) itu. Pembeli berjubel dan berebut layanan.

Kemarin sore arus ke luar dari Jakarta membuat jalan tol macet. Tempat perhentian dipenuhi mobil malang melintang dan orang yang lalu lalang. Toilet diantre panjang dan menjadi semakin jorok.

Semua lelah. Agus, penjaga SPBU, mengeluh belum sempat makan siang. Sajian di Excelso salah melulu. Tampang pramusaji sudah bete semua. Kasir Alfamart kerepotan, terpojok oleh antrean dan jubelan.

Di Alfamart, teman keren rupawan juga mendampingi. Kalau mau, ambil saja makanan kecil atau atau tisu basah atau apalah yang tak kentara, lalu melenggang keluar. Tiada yang peduli.

alfamart rest area 57 cikampek

Sejumlah pembenar telah tersedia. Di kedai kopi bisa kita embat CD sambil menggerundel, “Salah sendiri pesenan salah mulu, pakai lama lagi, padahal udah bayar. Ada bonus CD apa salahnya?”

Bahwa CD yang diambil itu misalnya bukan kegemaran, karena merupakan album Jack Johnson dan Diamonds III (kompilasi hits, dobel keping), itu soal lain. Sama seperti menyikat wafer dari Alfamart, misalnya.

Di minimarket kita bisa ambil barang, bahkan yang tak kita perlukan, tanpa membayar. Lantas kita meyakinkan diri, “Kalau nanti ditagih akan saya transfer, berikut bunga dan denda. Buat apa ngantre dua puluh menit?”

Bahwa yang kena denda hilang barang oleh juragan adalah para pramusaji dan karyawan toko, kita bisa berupaya untuk melupakan. Bisa kita juga menghibur dari, “Orang lain merampas hak rakyat triliunan rupiah dibiarkan, kenapa saya yang cuma segitu dioprak-oprak?”

Apakah semua orang yang kelelahan di sana dihampiri oleh teman baik hati pembisik jalan pintas? Saya tak tahu. Kata orang bijak, marah-marah tak keruan pun merupakan hasil hasutan eblis di tengah stres.

Ingin saya bertanya kepada seseorang bercelana khaki bersih, berkaos polo putih, memakai kopiah berenda putih-krem, baju hangat disampirkan di pundak, yang berjingkat di atas pelataran parkir basah bekas hujan agar sandal hotelnya tetap bersih.

Sayang saya tak kenal dia secara pribadi. Akan aneh jika tiba-tiba saya mengajukan pertanyaan tak penting seputar syaiton dalam hati kita.

“Orang itu kiai, penyair, dari Rembang. Dia mertuanya si…,” kata saya kepada anak saya.

Tinggalkan Balasan