↻ Lama baca 2 menit ↬

GUYON DAN MORAL CERITA DUNIA BLOG.

duit meteran mbahmu!

Bermula dari fitnah mesra Ndoro Bedhes, sebagai gojekan kere di blog lama, akhirnya meluaslah atribut nan menyedihkan itu. Hasil terbaru: terkukuhkan dalam referensi cengengesan berbasis Wiki. Duit meteran pun dibawa-bawa dalam web cerdas tapi gemblung dan bikin ketawa itu.

Di satu sisi, ter-Wiki-kan di grayak minulya Cah Andong itu merupakan kehormatan. Saya, orang jauh yang berjejak di sebuah lurung dekat Pasar Demangan, dimasukkan ke sana.

Di sisi lain, duh, mumet juga dengan atribut itu. Misalkan saya punya sampai meteran, juga tak akan saya umumkan. Sebagai cita-cita bahkan impian pun, mestinya, tidak akan saya publikasikan.

Kemarin saya bisa hehahehe dengan sebutan itu, lantas sesudahnya bersungut-sungut mecucu. Tapi setelah terlibat dalam wadah blog anyar, saya merasa tidak nyaman karena disangka menjadi pemodal.

Yah, apa boleh bikinlah. Inilah buah propaganda. Pengulangan akan diyakini sebagai kebenaran. Sebagai kebenaran, atribut semu itu bisa menjadi bahan pemakluman untuk apa saja.

Kalau saya, sebagai penganggur, cuma di rumah saja maka akan dibilang, “Namanya juga… meteran, santai terus.” Padahal saya mumet, bokek, dan lapar.

Kalau saya, sebagai ronin, jungkir balik di luar maka akan ditanggapi, “Enak ya keliling sana-sini, nggak perlu ngantor pagi sampe malam. Namanya juga… meteran.”

Orang Jawa bilang, “Kojur tenan, wis!” Orang bijaksana akan menghibur, “Urip kuwi wang-sinawang.” Maksudnya, hidup ini saling memandang, seolah orang lain lebih enak.

Di luar segala keluh-kesah tadi, ada satu hal yang layak dipetik sebagai pelajaran dunia blog. Yaitu pencitraan di luar kendali.

Maka ada saja yang secara sembrono memelesetkan Ndoro Kakung menjadi Ndoro Bedhes. Taruh kata penyebutan kedua itu lebih tepat dan representatif, maka tetap saja berarti penyangkalan dan ketidakhormatan terhadap klaim sepihak dari seteru mesra saya itu.

Demkian pula halnya dengan pengukuhan lelananging jagat, yang tak sampai setahun sudah akseptibel. Yang bersangkutan mungkin tersipu bangga tanpa menjadi jumawa, tapi dalam urusan tertentu, saya yakin banget, dia cenderung agak sedikit kurang nyaman dengan atribut unggulan itu.

Ehm, saya teringat keluhan seseorang yang menjalani pendidikan sejak TK sampai SMA di kompleks sekolah yang sama. Atribut untuk dirinya melekat sepanjang masa. :D

NB:
Yang diharapkan adalah munculnya orang ketiga, yang beratribut dobel, yaitu lelananging jagat dengan duit meteran. Kalau ada, ranah bermainnya bukan di blog tapi di tempat lain. Kayaknya kelak ada, dia masih muda, tapi sekarang masih merampungkan skripsi. :D

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *