Naik Taksi Gratis (Maunya)

Naik taksi gratis? Tapi mobilnya sering kosong, berarti tak menarik bagi konsumen.

▒ Lama baca < 1 menit

KEPENTINGAN KONSUMEN SEDERHANA: SERVIS OKE.

Tawaran naik taksi gratis belum tentu menarik

Saya tak tahu untuk seberapa lama dan seberapa jauh gratis bertaksinya. Harapan saya siang tadi stiker itu bukan salah pasang. Try me for free, atas nama soft launching taksi cap Trans Cab. Tampaknya menjanjikan.

Omong-omong soal menumpang gratis, sebetulnya yang lebih saya harapkan adalah Silver Bird yang memakai Mercy C Class, untuk menyusuri Jakarta Outer Ring Road lintas-provinsi. Sayang tawaran itu tak kunjung muncul — kecuali dibayari orang.

Taksi adalah kebutuhan semua kota besar. Sayang tak semua perusahaan mampu mengelola armadanya dengan baik, baru lima tahun berjalan mobil sudah mangkrak. Tentu, yang saya maksudkan bukan hanya fleet melainkan keseluruhan organisasi.

Karena hidup adalah kompetisi maka perusahaan taksi yang bertahan dan berkembang hanya itu-itu saja. Bagi konsumen yang penting adalah pelayanan yang bagus dalam arti andal, aman, nyaman.

Bagi pengusaha taksi, terutama pemain lama yang manajemennya sangat semprul, yang penting adalah proteksi atas nama apa pun: dari semangat kedaerahan sampai rasio taksi dan penduduk.

Maka taksi Bandung pun pernah menolak Blue Bird, sampai Priyadi tergerak membuat petisi mendukung Blue Bird dua tahun lalu.

Demikian pula Semarang. Kehadiran Blue Bird, yang punya riwayat asal-muasal dari Jakarta, terus dipersoalkan. Seperti biasa, yang memprotes bukanlah konsumen. Sekali lagi bagi konsumen yang penting adalah pelayanan, dan kompetisi adalah pemicu yang baik.

Kenapa sebagian pemain lama, yang mestinya lebih mengenal wilayah sendiri sampai ke lubang-lubangnya, enggan berkompetisi dengan pendatang?

Aturan main yang fair hanya bisa disebut menyenangkan jika kita berpeluang menang. Jika peluang menang itu tipis, geserlah lapangan dan gantilah cabang permainan.

Tinggalkan Balasan