↻ Lama baca 2 menit ↬

SEBERAPA PENTING, SEJAUH APA PERLU?

angkaMas Rajinanto mungkin heran, karena Mas Biasawae yang dia kabari itu tampak tenang saja. Bukan karena merasa hebat, tapi Mas Biasawae memang menganggap Ki Gede Gugel mencatat setiap nama yang pernah muncul di internet. Maka wajar jika namanya terendus mesin pencari.

Bagi Mas Rajinanto, seorang periset, itu bukan soal biasa. Dia membandingkan temuan semua nama teman sejawatnya, bahkan juragannya, dengan Mas Biasawae yang berada di urutan teratas kantong Ki Gede Gugel.

Yang Mas Rajinanto kurang paham adalah: Mas Biasawae yang pernah mencoba mencari nama dirinya di mesin pencari itu ternyata tak pernah memperhatikan angka temuan.

Suatu kali Mas Biasawae diwawancarai media asing yang berjaringan global. Dia ditanya soal statistik blognya.

Jawabannya mungkin mengesalkan, “Saya nggak pernah nengok. Yang penting space dan bandwidth sekadarnya, yang juga saya lupa berapa, itu belum mentok. Lagi pula jumlah komentar di post saya kan sedikit, dan orangnya cuma itu-itu saja. Salah, jika Anda menganggap blog saya popular.”

Suatu kali Mas Biasawae dikabari soal peringkat blognya di sebuah pencatat. Dia cuma nengok, lalu lupa peringkatnya. Yang dia ingat cuma ini: dari ratusan blog, miliknya juga terangkut.

Technorati, PageRank, atau apa saja yang sifatnya pemeringkatan, sudah tidak dia tengok lagi. Bukan karena menganggap tak penting tetapi karena sejak awal dia tak paham.

Statistik web di pondokan blognya pun dulu dia buka — setelah sekian lama tak dia tengok — karena dia ingin meyakinkan calon pemasang iklan agar membatalkan niatnya.

Beberapa bulan kemudian Mas Biasawae seperti pamer. Dalam sebuah rapat dia buka lagi statistik webnya. Padahal itu hanya agar sedikit ngeh dengan penjelasan temannya yang sangat melek soal internet. Seusai rapat, Mas Biasawae lupa lagi statistik webnya.

Berlebihan jika menuduh dia sombong. Orang tak tahu bahwa Mas Biasawae masih belum sembuh dari aritmofobia. Di ijazah SD-nya, matematika dapat nilai empat.

Sampai hari ini dia selalu lambat dalam menghitung dan menalarkan angka. Ketika kuliah, nilai statistiknya D. Sulit sekali baginya untuk menghapal nomor telepon. Bahkan untuk nomor kendaraannya sendiri pun butuh lebih dari dua bulan untuk hapal. Empat kartu ponsel yang dia miliki tidak dia hapal nomornya.

Kasihan benar. Gara-gara tak tahu, dan tak hirau angka (kecuali uang — tapi dia bingung soal AdSense), apalagi peringkat, karena semuanya mirip ini, dia dianggap jumawa. Selain lucu, dunia juga kejam.

© Ilustrasi: artfulwriter.com

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *