BERDESAKAN DI JALAN, BERIMPITAN DI PARKIRAN.
Satpamwan dan petugas parkir di Pondok Gede Asri (sekarang Pondok Gede Plaza) selalu direpoti pemarkir yang semaunya sendiri. Maka dibuatlah pengumuman dengan nada memohon.
Bicara parkir, baik untuk mobil maupun motor, adalah bicara ruang. Ketika populasi kendaraan pribadi bertambah maka masalah pun berbiak. Saat kendaraan merambat, jalanan kian padat. Manakala kendaraan diparkir, lahan pun jadi kikir.
Lihatlah di sekeliling Anda. Banyak pusat keramaian yang akhirnya menambah ruang parkir, baik dengan memperluas lahan maupun menyita kapling lain, misalnya taman.
Di Tamini Square, Jakarta Timur, misalnya, lahan parkir motor diperluas sampai ke lahan tetangga, yaitu Taman Anggrek Indonesia Indah. Adapun parkiran motor di Mal Taman Anggrek, Jakarta Barat, yang terletak di seberang gedung, itu semakin sesak saja.
Motor (lengkapnya: sepeda motor) paling enteng sekalipun tetap lebih berat daripada sepeda — apalagi sepeda sekarang kian ringan saja. Maksud saya, motor tak dapat ditaruh semaunya, sampai bergelimpangan seperti halnya sepeda di beberapa tempat di Negeri Belanda.
Sepeda motor lipat atau otoped bermesin kecil mungkin akan menjadi kebutuhan. Tapi saya belum tahu apakah geng kriminal bermotor akan tertarik menggunakannya — kecuali dalam lipatan bisa diselipkan celurit dan golok.
Mobil lipat juga perlu. Kalau bisa yang ringkas, supaya bisa dikempit di bawah ketiak. Bau mobil mewakili aroma si pengempit. Tapi mau kecut atau wangi, mobil lipat hanya mengatasi masalah di parkiran, bukan di jalanan.
Jadi? Marilah jadi Gatotkaca, Superman, dan Spider-Man. Jangan jadi Batman yang sering bermobil untuk membawa gemblak bernama Robin.*