Bangku Memang untuk Duduk, tapi…

▒ Lama baca < 1 menit

RUANG PUBLIK DAN SEBUNGKUS NASI.

bangku taman bunga

Pengelola sebuah taman di Jakarta ini keterlaluan. Orang tak boleh tiduran di atas bangku. Khawatir gelandangan akan memanfaatkannya sebagai ranjang? Masuk ke sana harus pakai karcis. Dan tampaknya orang tak boleh menginap di taman.

Bagi saya, bangku taman boleh saja untuk tiduran. Bahwa ulah orang yang merebahkan diri itu akan menghalangi orang lain yang ingin menaruh pantat, ya biarlah jadi urusan antarpengguna, atau panggillah satpam untuk menjadi wasit.

Kota ini kekurangan taman dan hutan-hutanan yang nyaman untuk bersantai, rehat, dan piknik. Taman yang benar, selain terawat dan aman, adalah mudah diakses oleh setiap warga, bila perlu gratis.

Dulu pelataran Monas pernah terbuka. Lantas gubernur aneh bernama Sutiyoso memagarinya, lalu mengisinya dengan rusa totol dari Istana Bogor. Oh ya, rusa-rusa itu sempat dititipkan dulu ke markas badan intelijen.

Setelah Monas dipagari, saya tak melihat lagi pengendara motor, antara lain kurir, yang memarkir tunggangannya di bawah pohon untuk berteduh dan kadang tidur(an) pada siang hari. Padahal fungsi taman kota ya antara lain agar warga yang kepanasan bisa berteduh lalu terkantuk-kantuk.

Adapun taman-taman di luar DKI, sejauh saya tahu, tak banyak. Kalaupun ada yang bagus, itu bagian dari kompleks hunian mahal. Orang hanya boleh memandang.

Tentang taman, saya tak melupakan apa yang saya lihat di Jakarta Selatan dari dalam Kopaja jurusan Blok M saat lalu lintas macet dalam siang yang panas. Di sebuah taman, belasan tahun lampau, seorang lelaki tua duduk di rumput, menyuapi anak perempuan yang berseragam SD, dari nasi bungkus yang dimakan berdua.

Tinggalkan Balasan