TAMBAH HANDSET, TAMBAH NOMOR. GITU AJA KOK REPOT. (?)
Ternyata butuh riset kecil untuk membandingkan layanan operator selular. Saya tak telaten. Kesan sementara saya: pengguna prabayar dari operator mana pun lebih teperhatikan, jadi bahan rebutan, karena itu harus dimanjakan.
Bagaimana dengan pengguna pascabayar? Mereka adalah kaum loyalis malang. Ada yang sudah sepuluh tahun lebih menjadi pelanggan tetap, dan hanya bisa menggerutu karena jarang dapat gimmicks, lalu setiap bulan menunggu tagihan dan melunasi.
Tentu gerutu takkan menambah pulsa. Ada cara lain yang lebih praktis. Membeli handset tambahan (kalau perlu bikinan Spanyol), mengisinya dengan kartu SIM atau RUIM prabayar. Malah ada paket murah, bayar Rp 400-an dapat pulsa ratusan ribu. Ada juga isi pulsa Rp 100.000, seperti Fren itu, dapat bonus Rp 50.000, menginterlokal ke mana pun bayarnya lokal.
Pengguna pascabayar (bener nggak sih padanan ini untuk postpaid dalam arti berlangganan?), misalnya untuk kartuHalo, masih harus bayar biaya abonemen bulanan Rp 65.000. Memang sih, tarif SMS-nya beda, begitu pula (tampaknya) perhitungan pulsa percakapan dan data.
Dulu, ketika ponsel belum meluas, XL malah menjadikan sejumlah fitur sebagai pasal opsional. Supaya layar ponsel menampilkan nomor penelepon (CLI), pelanggan harus menambah Rp 10.000 per bulan.
Kemudian ponsel kian murah, pemakainya makin banyak. Kompetisi pun kian meriah. Prabayar disodorkan — apalagi operator ingat pelajaran krismon: banyak tagihan macet. Dengan prabayar, pelanggan tak perlu direpoti oleh survei operator yang seketat penerbit kartu kredit.
Tentang pascabayar, tampaknya operator tahu betul bahwa pelanggan yang hanya berhalo-halo dan nge-SMS — tanpa memanfaatkan aneka layanan — itu tak mau ganti nomor karena ganti nomor bakal merepotkan. Lebih mudah menambah nomor.
Maka orang-orang loyal itu cukup dipiara sekadarnya. Hanya sesekali dikasih hiburan. Bahkan meskipun loyal, setelah login ke halaman operator pun harus berputar-putar lewat peta situs untuk mendapatkan halaman formulir keluhan. Begitu dekat, begitu nyata, katanya. Lebih mudah mendapatkan formulir B2B.
Menelepon call center, pada malam hari, seperi kemarin, termasuk lewat nomor non-bebas-pulsa, itu butuh kesabaran. Mesin penjawab nan ramah itu bisa mendadak bisu setelah mengantarkan menu. Biaya menelepon untuk menghaus ring back tone lebih mahal daripada langganan satu lagu untuk sebulan.
“Hari gini masih pake pascabayar, Mas?” tanya Jeng Marfuah, asal Solo, tujuh tahun lalu. Ya, tujuh tahun lalu.
Tentang nasib konsumen loyal, seorang istri yang juga pelanggan pascabayar bilang, “Ya gitulah. Biasa itu. Yang sudah lama setia itu biasanya dibiarkan, tapi yang baru dan sementara malah dimanjakan dan terus dirayu.”
Saya yakin dia sedang menggunjingkan operator — dengan atau tanpa senandung Smooth Operator(Sade) maupun Operator (versi Manhattan Transfer).
*) Stasiunnya lagi ngadat, awaknya belum usai mudik Lebaran