KURANG AJAR! MEREKA NYOMOT RAHASIA KITA.
Ada dua cara untuk becermin. Pertama: sendirian, di depan kaca pantul — sambil berharap kalau kita merengut maka bayangan akan melet. Kedua: melalui orang lain, misalnya melalui kartun Benny Rachmadi (Benny, 36) dan Muhammad Misrad (Mice, 37).
Dalam buku ini, semuanya pernah dimuat di Kompas Minggu, tema besarnya adalah Jakarta Luar Dalem. Kalau Anda orang luar Jakarta, maka Anda akan mengintip Jakarta dari dalam. Yang gebyar di luar sering kali bonyok di dalam.
Dari dalam apa, di mana? Dari keseharian duo tokoh kenthir yang naif dan ngeselin ini. Mereka sering berperan sebagai medioker. Kaya belum, miskin nggak terlalu.
Yang paling menarik dari sorotan terinci mereka — ya sejak Lagak Jakarta, detil dalam sajian ala Lat (Malaysia) memang kuat — adalah snobisme orang Jakarta.
Snobisme adalah penyakit banyak orang — termasuk saya. Sok canggih, sok maju, sok berbudaya, dan kadang sok kaya, karena itulah cara paling gampang untuk mendapatkan pengakuan. Gagal atau berhasil, itu soal lain. Yang penting mencoba. Yang penting sempat puas. Orang lain sirik itu hasil, bukan tujuan.
Dalam urusan snob ini mereka bisa menjadi penonton yang sirik (kasus ponsel 3G yang), bisa juga menjadi pelaku yang norak dan naif (kasus TV mirip plasma yang wall mounted).
Bukankah dalam keseharian itu juga kita lakukan? Sebagai penonton kita akan meledek orang yang gonta-ganti ponsel mutakhir tapi sering cekak pulsa dan hobinya melakukan miscall. Sebagai pelaku kita sering memamerkan barang anyar yang siapa tahu mahal dan jarang yang punya.
Untuk hiburan, untuk membunuh waktu di ruang tunggu, dan untuk memahami potret zaman, buku ini berguna. Oh ya, juga untuk becermin.
Kalau ada pertanyaan bagaimana membedakan mana karya Benny dan mana karya Mice, maka abaikan saja. Benar atau salah jawaban Anda, itu bukan bagian dari snobisme.
Kekurangajaran lain: Kita dan Ojek