Ngeblog buat Apa dan Siapa?

▒ Lama baca 2 menit

KITA HIDUP DALAM DALAM BELANTARA TEKS.

kronologger

Ini pertanyaan untuk diri saya. Bukan untuk Anda. Tampaknya saya ngeblog untuk saya sendiri, tapi sambil cari perhatian berupa tanggapan. Alasan pembenar tentu ada. Manusia adalah makhluk sosial sehingga perlu berkomunikasi dan bergaul dengan manusia lain. Ada lagi: manusia butuh pengakuan.

Ah, terlalu jujur. Nggak asyik. Kurang keren. Nggak ada unsur sok visioner atau apalah gitu yang pokoknya gagah lagi terpelajar.

Lantas apa dong? Oh ya, sok altruistik juga sih. Yaitu berbagi. Ya berbagi pengalaman, lamunan, impian, harapan, kekecewaan, dan opini. Kayaknya ini alasan yang lebih bertanggung jawab.

Uh, kuno. Standar. Bilang aja mau pamer. Jadi, intinya, ngeblog untuk menyalurkan kecenderungan eksibisionistik. Ya kan? Jangan menelanjangi orang dong. Malu saya.

Saya kembali menanya diri sendiri setelah ikut bermain di Kronologger. Di sana saya juga meledek diri sendiri untuk menunjukkan kebingungan dan sekaligus keasyikan saya mengarungi dunia blog.

kronologgerKemarin di Kronologger Orehikari bertanya: apakah ini berguna?

Blog, dan kemudian mobile blogging, tanpa gambar saja sudah menjadikan dunia ini hiruk pikuk oleh informasi.

Dunia siapa? Dunia di otak kita. Dunia berupa jalinan antarkomputer yang sebetulnya tak gaduh.

Kita hidup dalam belantara teks. Semua orang bikin. Ada yang untuk dibaca sendiri, ada yang boleh dibaca oleh orang lain, ada juga yang peduli amat pokoknya nulis, syukur kalau ada server yang mau menyimpannya. Jangan-jangan saya ini gabungan dari semuanya.

Lantas untuk apa semua itu? Sehari tetap 24 jam, waktu kita makin terbatas, sementara kapasitas otak kita (tepatnya: saya) belum meningkat — baik daya simpan maupun daya olah.

Ujung-ujungnya adalah seleksi. Bagaimana menyeleksi, mungkin intuisilah yang bekerja, mungkin pula mesin yang membantu kita menjadwalkannya bahkan mengunduhkannya.

Tentu tautan emosional dan personal juga terlibat. Saya membaca — meski belum tentu berkunjung dan mengomentari — blog orang tertentu. Minimal judul dan paragraf awalnya.

Kalau semua orang ngeblog, lengkap dengan gambar, bahkan gambar hidup, bagaimanakah kita akan mengarungi kehidupan?

Ujung perjalanan blog tampaknya menarik untuk disimak dan kalau perlu diwarnai bersama.

Apa tadi, ujung? Adakah ujungnya? Di mana alamatnya? Siapa yang jaga? Berhadiah permen atau payung?

Saya tulis post semaunya ini di sebuah kedai. Tiba-tiba saya ge-er, merasa garpu yang barusan terjatuh lalu tergeletak di samping selop milik tumit halus kemerahan di sofa seberang itu berkata kepada saya, “Lha mbok sudah to. Ngeblog ya ngeblog. Gitu aja kok repot.”

Mungkin si garpu itu temannya Gus Dur. Kalau dia besok tahu bahwa blog itu menantang penjelajahan kemungkinan, maka dia temannya Budi. Kalau dia bilang bahwa blog cuma tren yang gimana gitu, berarti dia belum jadi blogger — tapi suka ngintip blog orang.

Tinggalkan Balasan