Bungkus Titit

▒ Lama baca 2 menit

ADA YANG BILANG, “ENTAR JUGA TAU SENDIRI.”

Jika Anda kaget membaca judul tulisan ini, maka Anda sama terkejutnya dengan Mbak Kasir sebuah minimarket. Anak bungsu saya, perempuan umur 10, mengamati dagangan yang dipajang di meja kasir. Lantas dia bertanya kepada kakaknya yang kelas 9 (SMP), “Kondom itu apa sih?”

Si mbakyu menjawab lirih, “Tanya Bapak aja, Dik…”

Jawaban saya, sambil membayar, cukup pelan tapi ternyata terdengar oleh orang lain: “Oh, itu bungkus titit. Nanti Bapak jelasin.”

Dalam sebuah kesempatan santai saya jelaskan fungsi kondom dalam bahasa yang dia mengerti, sewajar saya menjelaskan fungsi shower cap, pengikir kuku, earphone, dan benda lain.

Kapan titit harus dibungkus, ya saat masuk ke wawuk. Kenapa harus dibungkus, ya supaya sperma tak masuk ke dalam wawuk, sebab kalau masuk bisa membuat hamil. Kata “bisa” ini saya jelaskan ulang.

Dengan sejumlah contoh, termasuk seorang nona yang hamil sebelum genap 17, dia pun mulai paham. Setelah paham maka saya jelaskan kenapa di MTV sering ada iklan Durex. Itu bukan hanya untuk mencegah kehamilan, tetapi juga mencegah penularan penyakit kelamin.

Saya senang jika anak bertanya, karena itu berarti pintu masuk untuk menjelaskan. Dulu ketika masih kelas 2 SD mbakyunya bertanya, “Pak, sperma itu apa?”

Tempo hari, di sebuah minimarket 24 jam di lingkungan kampus dan pondokan mahasiswa, terjaja alat tes kehamilan di kasir. Saya sudah bersiap menjawab jika anak saya bertanya. Tapi karena mereka tak tertarik oleh benda itu ya saya diam saja.

Bagi saya kurang bijak jika anak bertanya langsung disergah “Husss…!” Maka kepada si kecil saya jelaskan juga tentang bercintanya orang dewasa, toh dari lagu-lagu dia sering mendengar “make love” dan “making love” — masa sih kita terjemahkan “bikin cinta”?

Hardikan ortu tak bakal mempan sementara di luar informasi bertaburan. Dalam mobil antar-jemput dan angkot, anak TK pun mendengar gosip dan gurauan anak-anak SMP. Di radio, TV, film, komik, dan sebut apa saja medianya, informasi yang berhubungan dengan seksualitas manusia itu bertaburan.

Maka saya dan istri saya hanya tersenyum ketika si kecil masih TK kecil dan bergelut canda dengan kakaknya lantas berteriak sambil tertawa, “Kamu lesbi, suka meluk cewek.” Tugas orangtualah untuk meluruskan.

Seksualitas manusia adalah sesuatu yang wajar. Ada sisi joroknya, ada sisi sarunya, ada sisi indahnya, ada sisi pantas dan tak pantas, ada sisi boleh dan tak boleh, dan masih banyak lagi, sesuai konteks waktu dan tempat. Itu pula yang saya jelaskan kepada anak — tidak harus dalam satu paket kilat yang bikin bingung.

Saya tak menganggap cara saya paling benar. Saya paham bahwa setiap keluarga adalah otentik, bahkan bisa menjadi cawan pertarungan norma dan nilai yang dibawa oleh ayah maupun ibu.

Saya pun tak menyalahkan bila sebagian orangtua cenderung menutup diri terhadap keingintahuan anak tentang seks. Bisa saja mereka belajar dari pengalaman masa kecil, toh tanpa diajari akhirnya tahu sendiri (dan sempat bingung sendiri).

Tapi teori gombal bilang: dorongan seksual itu memang natural. Tapi perilaku seksual kan bisa dan biasa dipelajari. Bagaimana Bapak dan Ibu, setuju? :)

Informasi tentang seks itu bisa berlimpah sekaligus menyesatkan. Bisa juga minim tapi memancing penasaran yang berlebihan dan menjerumuskan. Tentu ini khas omongan orang tua. :D

Dalam sebuah buku lama yang diindonesiakan oleh penerbit Erlangga awal 90-an, Ruth Westheimer, edukator seks itu, menyatakan bahwa pria Amerika lebih tahu karburator mobil ketimbang klitoris. Di halaman lain dia mengajak wanita berterima kasih kepada model porno karena telah mengajarkan anatomi alat kelamin wanita. Maklum tak semua wanita Amerika (tahun 80-an?) mengenal anggota tubuhnya yang sangat pribadi.

Lantas bagaimana sebaiknya (atau mestinya)? Bualan ini saya tutup dengan penggalan kisah. Seorang teman jadi kaget sekaligus jengah ketika mendengar istrinya ditanya oleh anak lelakinya yang masih SD, “Ibu pernah oral sex?”

Bonus:
+ Kondom bekas pakai

2 Comments

Candra Widanarko Jumat 15 Januari 2021 ~ 10.00 Reply

Kata “Ibu” dengan pertanyaan “pernah oral seks?” sungguhlah tidak mecing hahahahahahaha.

Tinggalkan Balasan