HEMAT AIR DI RUMAH SENDIRI, BOROS DI TEMPAT LAIN.
Orang kota besar itu aneh, kata seseorang yang tak malu disebut pede (putra daerah). Maksudnya? Punya rumah besar, ada halaman luas, garasi muat lebih dari satu mobil, peralatan rawat mobil komplet, tapi masih saja membawa mobilnya ke tempat cuci yang mewah.
Mewah, menurutnya, adalah tempat cuci mobil yang menyediakan ruang tunggu luas di lantai dua, lengkap dengan kafe dan bacaan (bahkan besok mungkin hotspot) serta etalase beragam pewangi, untuk mencapainya akan diantar oleh eskalator otomatis (baru jalan setelah diinjak). Para pekerja melayani tamu seperti cara hotel: berpakian rapi dan ramah. Proses pemandian mobil dapat dipantau dari CCTV.
Menurutnya, apa pesuruh di rumah tak dapat diajari cara mencuci plus ilmu poles ala salon mobil?
Di dekat rumah saya juga ada beberapa tempat cuci mobil dan motor. Ada yang buka 24 jam. Seperti kelatahan umumnya, mereka menamakan jasanya “cuci steam” karena pakai penyemprot bermesin. Tak perlu air panas karena (mungkin) mereka tahu bahwa pemakaian terlalu sering akan merusak lapisan antikarat.
Boleh jadi sebentar lagi mereka akan latah berganti nama menjadi “cuci snow” karena akan memakai sampo (semoga tanpa deterjen) yang berbusa banyak. Ke mana saljunya, itu sudah diangkut oleh buku dongeng.
Di “steambath” dekat rumah itu ada kafe di bawah pohon. Makanan dan minuman pesan dari si Mpok. Tamu langsung mengawasi mobil dan motornya tanpa CCTV dan monitor LCD.
Tempat yang mewah tadi tak menganjurkan tip. Sedangkan tempat si Mpok menyambut tip bahkan menyediakan hadiah berkala. Tempat yang pertama kayaknya cenderung kurang ramah terhadap motor biasa, bukan motor besar. Tempat si Mpok menganggap setiap kendaraan adalah rezeki.
Begitulah, di kota besar tampaknya makin banyak orang yang tak sempat mencuci mobil dan motornya. Jasa cuci bertebaran, jam bukanya lama — lihat saja sepanjang Kalimalang, Jakarta Timur. Bandingkan dengan di daerah, yang sebagian besar tutup sore hari.
Mencuci sendiri jelas melelahkan. Sudah begitu halaman yang sempit kadang tak menyamankan pekerjaan. Tapi ada bagusnya: sekalian berolahraga dan langsung mengenali luka baru pada kendaraannya.
Kebagusan yang lain: mencuci sendiri mungkin — sekali lagi: mungkin — akan lebih hemat air. Dulu, kabarnya, sopir Sarwono Kusumaatmadja malah menggunakan air hujan yang ditampung di ember.
Yang saya tak tahu, apa pun kelas tempat pencuciannya adakah mereka mengembalikan air yang sudah dihambur-hamburkannya itu ke tanah?