MARILAH KITA BELAJAR…
Namanya juga di kantor polisi. Maka karcis parkir Polda Metro Jaya, Jakarta, pun berisi pesan mulia agar warga mematuhi hukum.
Bahwa tak semua pemarkir membaca teks dalam karcis, itu pasti karena mereka suka menggampangkan masalah.
Tapi taruh kata mereka membacanya, lantas bingung sehingga tak kunjung membuka pintu mobilnya lantaran takut melepaskan sabuk keselamatan, itu pasti orang yang taat.
Soal kerusakan dan kehilangan, bukannya markas polisi adalah tempat paling aman, lagi pula tuan rumah harus melayani tamunya dengan menunjukkan tanggung jawab?
Wah, itu pertanyaan naif bin dogol. Abaikan saja. Sudah untung dikasih karcis.
Lantas bagaimana memarkir yang baik dan benar? Di pelataran Direktorat Lalu-Lintas sudah ada garis yang jelas, bahkan tanaman dan blok semennya pun dijadikan pembatas.
Bagi Pak Polantas itu bukan soal. Parkir di mana pun, secara bagaimana pun, itu kewenangan petugas. Memang sudah ada area untuk mobil operasional, tapi ini kan darurat.
Karena darurat, entah untuk soal apa, maka delta ujung taman pun digasak. Mobil patroli mundur, lalu srookkkkkk! Pak Polantas membuka jendela, menanya sekitar, “Nggak papa kan? Kena ya?” Yang ditanya, bukan polisiwan, menjawab, “Aman, Pak!” — lantas kembali ber-SMS. Penjawab lain malah memotret. Mereka itu sungguh mitra-polisi yang tanggap, bijak, dan lucu — tapi tak saling kenal.
Kalau saja delta taman itu runcing memanjang, dan Pak Polantas memakai mobil ber-ground clearance tinggi, misalnya double cab, pasti parkirnya lebih oke. Dengan catatan: tak ada tiang.