Satpam membiarkan saya seperti gelandangan, yang bersila lalu selonjor sambil nyender ke kaca toko.
↻ Lama baca 2 menit ↬

INILAH KEKONYOLAN TEKNOLOGI: CATU DAYA.

mengecas baterai hp di emper toko

Petang tadi saya ndeprok di teras Roxy Square, menunggu hujan reda sambil berharap kemacetan akan terurai. Toko-toko sudah tutup. Satpam membiarkan saya seperti gelandangan, yang bersila lalu selonjor sambil nyender ke kaca toko. Pakai melepas sepatu berlumpur pula, untuk berbagi aroma natural.

Sakndilalah, lokasi saya ndeprok itu dekat stop kontak. Pucuk dicinta ulam dibrakot. Ponsel pun saya charge sambil ber-SMS dengan Rudy Badil, kawan lama dan mantan bos saya yang lucu itu.

mengecas baterai hp di emper toko

Sayang tak semua bangunan publik menyediakan colokan listrik gratis untuk semua orang. Padahal masalah utama peranti genggam bukan lagi pada penyusutan ukuran dan pembengkakan kemampuan, melainkan baterai.

Rasa-rasanya kok belum ada revolusi untuk baterai setrum ulang bagi produk kelas konsumen biasa. Baterai yang mungil, bertenaga raksasa, awet, murah, dan ramah lingkungan, belum diterapkan untuk barang pasaran. Padahal kita butuh baterai yang betah melek dua tahun.

Maka kenanglah setiap kali Anda mudik dan reuni keluarga saat hari raya. Anak dan cucu tuan/nyonya rumah berebut stop kontak untuk mengisi daya baterai ponsel, kamera, laptop, dan alat lain.

Waktu banjir tempo hari, teman saya harus berenang sambil berharap mendapatkan tumpangan perahu karet agar bisa mencapai sebuah pertokoan untuk menyetrum ponselnya. Maklumlah listrik di rumahnya padam.

Energi memang persoalan bersama. Karena energi pula antarnegara berperang.

Di luar soal perang, Indonesia tetap memberikan solusi yang sepintas indah dan praktis. Lihatlah, di beberapa kota itu petromaks pedagang bergerobak dan warung tenda mulai berkurang. Mereka mulai berlistrik, dengan mengatur kabel yang berprinsip sambung-menyembung menjadi satu…

Dari mana sumber listrik? Sama seperti halnya air bersih untuk warung, di beberapa tempat itu, misalnya kawasan bisnis, listriknya didapat melalui persekongkolan. Satpam dan insinyur eh engineer eh teknisi gedung kadang membocorkan listriknya untuk pedagang kaki lima. Ada juga sih pedagang yang mendapatkan pasokan listrik dari pemilik rumah tertentu secara gratis, minimal dengan ongkos ringan.

Bagaimana dengan toko elektronik kecil yang sering membiarkan belasan pesawat televisinya menyala? Memangnya kapasitas setrum di toko itu berlimpah?

Ah, itu cerita yang lain lagi. Pokoknya pstt… pstt… khas Indonesia. Kayak nggak tahu aja. :D

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *