Laptop S1 di Alfamart

▒ Lama baca 2 menit

POLI-TIKUS SEMAKIN MEMBINGUNGKAN.

keping penilaian alfamartTerbuat dari apakah makhluk yang bernama poli-tikus? Silakan Anda pelajari karena saya belum khatam ilmu alien. Yang pasti mereka itu ada dan semakin membingungkan, bahkan menjengkelkan.

Sebagai wakil partai yang mengatasnamakan rakyat di parlemen, mereka butuh laptop. Setiap unit harganya Rp 21 juta. Negara — dengan biaya rakyat — yang harus menanggungnya.

Padahal kalau mau kredit laptop, dengan ongkos sendiri, setiap anggota DPR mestinya bisa — kecuali kreditornya tak percaya.

Kalau keperluannya hanya untuk mengetik dan e-mail, laptop Rp 6 jutaan sudah cukup. Entahlah kalau laptop bertenaga lebih gede juga diperlukan untuk mengedit video.

Kalau sudah ada laptop, dengan PDA dan smartphone, mestinya tak perlu staf pribadi. Teknologi telah memangkas ketersediaan sekretaris bagi para manajer madya karena beberapa urusan, semisal agenda dan data tertentu, sudah terkelola dalam alat yang jeminjing (portable).

Sebelum laptop, urusan para poli-tikus adalah syarat akademis (minimal lulus S1) bagi calon presiden. Itu suatu hal yang tak disyaratkan oleh negeri lain yang pendidikannya lebih bagus, berlimpah beasiswa pula.

Tentu para poli-tikus berpikir lebih maju dan rasional. Justru karena pendidikan Indonesia belum beres, maka seorang presiden yang bukan sarjana pasti payah. Sayang, syarat ini tak dikemukakan saat rezim 1966-1998 berkuasa. Syarat waktu itu cuma “pernah dan ingin terus jadi presiden”.

Selain laptop dan dan gelar S1, sebagian poli-tikus sibuk kasak-kusuk untuk melempangkan keberadaan badan usaha milik partai (BUMP).

Mungkin supaya BUMP bisa menjadi pemasok kebutuhan belanja DPR. Setelah itu ikut pengadaan tinta pemilu dan kertas suara — tapi pada pemilu 2004, kertas suara akhirnya terpaksa dikerjakan oleh beberapa percetakan perusahaan pers karena sejumlah pemenang tender tak beres.

Lebih jauh, BUMP bisa membeli saham BUMN dengan dalih daripada jatuh ke pihak asing. Pilih mana: dijajah si asing atau dikadali bangsa sendiri?

BUMP juga bisa bikin atau beli perusahaan pencemar lingkungan. Urusan dengan pemerintah dan DPR pasti akan lebih mulus.

Tadi sore saya ke Alfamart. Di sana, untuk konsumen, tersedia keping penilaian untuk evaluasi pelayanan.

keping evaluasi pelayanan alfamartSebelum pemilu lagi, sebelum bicara soal sistem pemilihan distrik, sebelum debat tak perlu mau cara joss yaitu nyoblos atau cukup centang (ballot), sebaiknya dibikin penilaian dengan keping ala Alfamart.

Tapi nanti dulu. Bagaimana jika pengadaan keping, bahkan kotaknya, atau malah lembaga penghitungnya, itu ternyata diurus oleh BUMP?

Hanya republik sial yang hajat hidup warganya disandera oleh para poli-tikus.

Dalam gedung teater politik berkubah jamur, perdebatan tak mutu akan semakin meriah dengan selaan, “Kita kembali ke… laptop!”

Masalahnya ada banyak laptop di situ, dengan isi berlainan. Bahkan satu laptop bisa menampilkan data yang berbeda versi sesuai kepentingan. Alasannya, “Lha laptop-nya kan dual OS!”

Hayah, cuma dual OS. Masalah kecil bagi setiap poli-tikus yang multiple OS.

keping penilaian di alfamart

Tinggalkan Balasan