JAKARTA TIMUR, SENIN PETANG SEHABIS HUJAN.
“Kita bisa pesen roti kapan saja,” kata saya. “Tapi,” saya lanjutkan, “kita nggak bisa pesen pelangi supaya nongol seperti maunya kita.”
Sial, selain gombal, saya memang tak bisa membangun puisi. “Ya iyalah, aku pikir mau ngomong apa,” kata istri saya setelah tertawa. Anak-anak juga geli.
Pelangi tadi sore lebar sekali busurnya, kedua ujungnya seperti ingin mengapling cakrawala. Sejak dari Cawang bentang spektral itu tampak jelas, menoreh langit di utara.
Di dekat TMII bianglala itu mulai meredup. Tapi penampakan terbagusnya adalah menjelang tanjakan percabangan jalan tol ke arah Cilangkap dan Pondok Indah. Pelangi mengangkangi tanjakan. Sayang sekali, saya tak mungkin berhenti untuk memotretnya.