GOMBAL TAPI KREATIF LAGI EDUKATIF.
Saya pencet kalkulator. Mencocokkan jawaban kilat Mas Entahsiapa. Kalkulator menjawab 27.232, membuktikan mulutnya yang tadi bilang “dua tujuh dua tiga dua”, sebagai hasil penjumlahan 9.673 + 3.428 + 7.234 + 6.897.
Angka-angka yang aslinya tak bertitik itu mewakili baris demi baris dari bidang jejeran empat balok plastik seukuran kelingking tangan wanita langsing.
Jika posisi balok dipertukarkan, si Mas selalu bisa mendapatkan hasil dengan cepat.
Kedua anak saya ternganga mulutnya. Berbinar matanya. Si sulung bilang, “Asyikkk! Hahahaa!” Lantas mereka bertanya bagaimana cara menghitung cepat.
Glek! Gombalan pun dimulai. Si Mas penjaga konter alat sulap itu tersenyum penuh kejayaan. Semakin didesak semakin berbelit.
Apa boleh buat, Rp 39.000 pun melayang. Setelah itu si Mas memberikan panduan singkat. Dalam sekejap anak-anak bisa menjumlah dengan kilat.
“O, cuma gitu,” kata anak-anak saya dengan girang.
O, cuma gitu? Saya juga baru tahu. Tapi bagi saya ini gombalan yang kreatif. Memadukan sejumlah angka ke dalam masing-masing dinding balok sehingga ketika dijumlahkan akan ketemu hasil secara mudah.
Pencipta mainan gombal ini pasti orang cerdas. Jaringan penjualnya juga pintar — tapi gombal. Pembelinya, apa boleh, tetap gombal adanya. Apalagi pembacanya dan penanggapnya.
Masih dalam kerangka gombalisme, mainan macam ini bisa diadopsi menjadi lebih edukatif. Misalnya saja majalah anak-anak, atau sisipin Iptek Koran Tempo (maaf kalau pernah, Pak Nurkhoiri), membuat sebuah panduan komplet dari cara membuat sampai memainkannya.
Cukup dengan printer berwarna, kertas manila, pola lipatan, dan lem atau selotip bolak-balik, maka jadilah balok-balok “mathemagic“. Dalam hidup ini banyak hal bernilai yang dapat dipetik melalui jalur fun penuh cengengesan.
Sesekali kita tidak membiarkan anak membeli barang jadi, tapi mengajak mereka membuat sendiri. It’s so wonderfool, isn’t it?