Makan Pascabayar dan Makan Prabayar

▒ Lama baca < 1 menit

NGUTANG, TUNAI, KERUPUK CUMA SATU.

nyam nyam harus bayar lho

Setelah menyerahkan sebungkus rokok, Mamang Warung dekat kantor saya itu membuka buku catatan utang. Setiap pelanggan, yakni para buruh proyek berupah mingguan, membayar pada akhir pekan.

Ini soal biasa. Makan, minum, merokok sekarang tapi bayarnya besok. Sama dengan yang dilakukan oleh pemegang kartu kredit.

Ngutang? Seorang perwira tinggi tak mau pakai kartu kredit. Lebih dari itu dia akan menolak bila ditraktir kolega dengan kartu kredit. “Ndak barokah, kenyangnya sekarang kok bayarnya pakai ngutang. Sini saya bayari saja,” katanya.

Selain ngutang, yang pakai catat-mencatat adalah prabayar. Dulu, di Yogya, warung-warung di tengah indekosan mahasiswa biasanya menerima deposit. Sehabis makan, para penitip deposit itu mengambil buku masing-masing untuk mendebet saldo.

Semoga isiannya jujur, tapi saya tak tahu apakah setiap malam pemilik warung akan membaca buku-buku notes itu. Siapa tahu ada saldo minus dengan tulisan, “Maaf Bulik, belum dapet kiriman.”

Dari prabayar itu, ada pula yang diterjemahkan sebagai kupon. Misalnya untuk sarapan di hotel. Tanpa kupon silakan bayar, boleh langsung dan boleh pula melalui tagihan kamar. Oh ya, di kasir front desk juga boleh ngutang pakai kartu.

Dari cara kupon itu, ada juga yang kaku. Misalnya di sebuah percetakan besar di Cikarang, Bekasi. Tetamu dari divisi lain harus menahan lapar karena dua hal. Pertama: kantin hanya melayani pada jam makan. Kedua: kantin tak menerima pembayaran tunai, hanya menerima kupon.

Apa boleh bikin, ini memang khas pabrik. Akan kacau roda produksi jika setiap karyawan boleh nangkring di kantin sesukanya, kapan pun, seperti di kantin kantornya tetamu itu.

Tentang kupon kantin pabrik itu, ada catatannya. Pengudap tak leluasa mengambil lauk. Kerupuk hanya boleh sekeping per orang.

Tak baik mengeluh. Berbahagialah orang yang punya pilihan. Bandingkan dengan korban banjir yang terkepung air. Kemarin saya bertemu seseorang yang tak punya KTP dan segala jenis kartu karena dompetnya tersapu banjir.

Orang lainnya lagi mengingatkan, memasok bantuan makan butuh strategi. Kalau asal angkut dan bagi, bantuan untuk lokasi yang terpencil berkemungkinan dibajak oleh korban banjir di lokasi sebelumnya.

2 Comments

Dela Minggu 13 Agustus 2023 ~ 11.53 Reply

Ha ha ha…Ada-ada saja. Kayaknya lebih baik puasa daripada nganjuk heula’ Kang. Bisi teu barokah 😁

Pemilik Blog Senin 14 Agustus 2023 ~ 11.59 Reply

Saya punya kenalan seorang jenderal, tajir, gak pelit, tapi satu hal yang dia ogah: dijamu dengan membayar pake kartu kredit. Gak barokah katanya. Orang gak miskin kok kenyang dulu tapi bayarnya entar.
Saat dia mengucapkan itu blm lumrah e-wallet tapi belum semua resto menerima kartu debet, karena awal 2000-an

Tinggalkan Balasan