Introduction to Pacaran Jadul

▒ Lama baca 2 menit

LIKA-LIKU CINTA MUDA-MUDI. HAHA!

“Cinta pertama indahnya bagai bulan nan purnama, tapi kegagalan cinta adalah bagaikan dimakan gerhana.”

buku petunjuk berpacaran dijamin assoy

Adik bungsu saya terkekeh ketika mendapati buku ini. Saya mendekat, meminjamnya. Huahahaha! Lalu anak saya ikutan baca. Dia juga tertawa. Padahal sungguh mati ini bukan buku humor. Tapi misalkan ini buku humor, penulisnya sudah berhasil mengemas hal lucu menjadi sesuatu yang serius.

Pokoknya jayus, katro, garing, basi tapi menghibur. Kutipan yang menjadi pembuka posting ini saya ambil dari halaman 10.

Haha, ini mengingatkan saya pada ungkapan mendayu para pendengar stasiun radio siaran pemda pada masa kecil saya, yang dikirim oleh Hati Rindu dari Sanggar Derita di Lembah Sunyi, nun di Negeri Asmara Merana (bukan Negeri Senja). Duh!

Abdullah Masrur M.H., si penulis, dalam bab “Cewek Memilih Jodoh Ditinjau dari Umurnya” (hal. 40) menyatakan bahwa cewek usia 14-20 tahun kalau ditawari cowok akan bertanya, “Tampan? Cakep? Keren? Nyentrik? Ganteng? Gagah?”

Busyet dah! Nyentrik masuk hitungan. Sesuatu yang menyimpang dari mainstream, sehingga bisa dianggap orisinal, sudah diperhitungkan.

Adapun cewek 21-28, lebih bertanya soal, “APA JABATAN / PEKERJAANNYA? Dagangkah? Pengusaha besar? Pemborong? Kayah? Berpangkat?”

Betoolll… ada kata yang dicetak kapital. Juga betul ada kata “kayah” yang berdesah. Pemborong, artinya bukan tajir dengan kartu kredit platinum tanpa limit sehingga bisa shop till you drop, melainkan semacam kontraktor. Dagang? Entrepreneurship memang bagus. Berpangkat? Kopral, bahkan private first class (lebih keren daripada “umum” yang berarti “general”), pun merupakan pangkat.

Adapun cewek 29-63 akan langsung menyergah, “MANA DIA?” (Ya, lagi-lagi pakai kapital). Sudah lama saya tak dengar lelucon kuno itu.

Besar kemungkinan buku ini dulunya diperoleh di kaki lima atau bus, lalu sampai ke adik saya yang suka memulung ini-itu, dan akhirnya jatuh ke tangan saya saat mudik kemarin. Sebuah buku yang merakyat, dalam bahasa sederhana, dengan kemasan grafis bersahaja.

Isi buku ya petunjuk berpacaran secara “benar” hingga berujung ke pernikahan. Masrur menjadikan dirinya sebagai contoh sukses pada bab terakhir (“Pengantin Baru”). Dia menyatakan diri, “KEMANTEN ABADI YANG TAK PERNAH USANG. Sampai sekarang orang-orang masih saja irihati atas kemesraan kami berdua…” (hal. 76 — huruf kapital mengikuti teks asli).

“Lihatlah foto kami, Bayangkan betapa bahagia foto kami yang dibuat 20 tahun yang lalu,” ungkapnya. Setelah enam bulan berpacaran mereka menikah (hal. 74). Mungkin enam bulan itu yang mengilhami penulisan buku. :D

Di situ dikisahkan awal perkenalan (tahun 60-an?) di Kebun Binatang Wonokromo, “… Ketika kami sekeluarga rileks dan calon istri kami juga demikian.”

Lho, “istri kami“? Waks! Poliandri nih! Harap maklum, ini gaya ungkap diri zaman lawas. Orang rikuh menyebut “saya” dan merasa aman jika menyatakan”kami”. Skripsi pun ada yang berkami. Penulisnya ingin jujur menyatakan bahwa karya tulisnya dikerjakan secara keroyokan.

Selain menyodorkan cara mengenali perbedaan pria dan wanita berikut kiat memikat lawan jenis (“Wanita tidak cantik seyogyanya tidak putus asa” — hal. 67), Masrur juga menghadirkan kata-kata mutiara. Misalnya, “Cinta itu merupakan gejala kehilangan harga diri.” Dahsyat!

Ada juga, “Cinta adalah fajar sebuah perkawinan dan perkawinan adalah senjanya percintaan.” Lho, setelah senja kan malam? Wah piye iki? Kenapa pula Masrur menikah?

Ada lagi: “Awas! Perkawinan akan membuka kedok kepalsuan dan kepura-puraan.” Alasannya, tabiat asli akan diketahui setelah sepuluh tahun kawin.

Ah sudahlah. Tak semua isi buku bernada pesimistik macam “Jatuh cinta adalah satu titik permulaan dari kesukaran…” Toh dari perkawinan, menurut Masrur, seseorang bisa dapat pembantu.

Kepada muda-mudi: Kawinlah kalian kalau sudah ingin. Jangan terlalu lama membujang — apalagi menghambur-hamburkan nafsu dengan jajan. Itu bukan aturan yang benar. Dengan kawin engkau tidak akan jatuh miskin, bahkan dengan kawin anda mendapat pembantu/pegawai tanpa menggaji. (hal. 73)

Entahlah, pihak mana yang dia maksudkan. Bisa saja pihak perempuan, karena setelah menikah kaum istri (jika kita merujuk Masrur) akan mendapatkan sopir/pengojek, satpam, dan tukang bikin betul atap bocor.

SELAMAT BERJUANG!!! Lho, apaan nih? Iya, saya mengutip penutup buku Masrur, yang juga ditulis secara kapital — mungkin dia seorang kapitalis sejati. Assoy be’eng!

tuan dan nyonya abdullah masrur

JUDUL: Pengantar Berpacaran: Psycologie Muda-mudi • PENULIS: Abdullah Masrur M.H. • PENERBIT: Bintang Pelajar, Surabaya, edisi 1980 • TEBAL: 80 halaman • HARGA: ?

N.B.: Gombalan dari sisi visual ada di sini.

Tinggalkan Balasan