BUKAN BARANG IDAMAN. BERMANFAAT PADA SAAT YANG TEPAT.
Kurang sepuluh menit lagi ATM tutup. Saya juga harus segera makan. Maka tadi, malam ini, saya segera ke bawah. Begitu keluar dari lift, terdengar jeritan perempuan, “Yaaaa hujan!” Pak Satpam bilang, “Baru semenit yang lalu kok.” Hujannya deras. Sangat deras.
Saya kembali ke atas. Di gudang ada payung. Biasa, payung promosi. Barang yang sangat lumrah, sekelas dengan jam dinding promosi. Murah, meriah, berfaedah — sekelas di atas hadiah piring dan gelas. Maka tak mengherankan jika hadiah payung dan jam jadi bahan guyon saat kita bisa menjawab pertanyaan teman.
Seberapa efektif sih payung promosi, di luar urusan menahan guyuran air hujan dan panas mentari? Pitra dan Maverick bisa menjawab.
Dalam pengandaian saya, pesan visual pada payung lebih terasa ketika payung dilihat banyak orang, bukan cuma oleh si pemilik atau pemakai.
Dulu pada awal kehadirannya di Indonesia, kampanye BSA juga melibatkan payung. Pada sebuah halte di Jalan Thamrin, Jakarta Pusat, saya pernah melihat anak-anak payung (itu lho “ojek payung”) memegarkan payung BSA.
Dari balik kaca bus dan mobil, di tengah kemacetan, iming-iming hadiah jutaan rupiah untuk pelapor pembajakan itu terbaca jelas. Iming-iming yang tersablon pada payung.
Apapun isi pesan sponsor, yang penting payung promosi harus lebar saat megar. Lebih meneduhkan, tapi dengan risiko kalau pemakainya pendek akan mengganggu pejalan lain yang bertubuh rata-rata atau lebih tinggi.
Saya tak tahu apakah ada kolektor payung promosi*). Ada kok yang desainnya bagus, dengan kualitas bahan yang juga di atas rata-rata. Payung dari Bang&Olufsen, misalnya. Begitu pula payung-payung dari merek premium lainnya.
*) Kalau kolektor payung, bukan spesialis payung promo gratisan, ternyata ada.