TARIF LAMA, PAKAI ARGOMETER KUDA.
Apa boleh buat. Sore itu di lobi sebuah gedung banyak orang berebut taksi. Blue Bird yang tarif baru pun diantre. Taksi tarif lama akhirnya jadi pilihan.
Sial, saya dapat yang sontoloyo. Saya sebut sontoloyo karena saya pernah terkecoh oleh taksi lain dari armada yang sama: argometernya kencang, bahkan hasil akhir bisa melebihi Blue Bird.
Aha! Benar! Segel argometer sudah dijebol, tinggal kawat pengikat saja.
Kenapa saya tak melaporkan ke juragannya? Ehm, saya nggak percaya taksi sontoloyo itu dikelola oleh perusahaan yang genah.
Maksud saya bukan jenis perusahaan yang setelah mendapatkan bukti positif pengaduan lantas menindak sopir — dari peringatan, skorsing, sampai pemecatan.
Ah, saya teringat seseorang. Dia bilang, sungguh egois dan tega kalau kita melaporkan maling kecil, koruptor tembre, dan pemeras cecere.
Lantas si bijak bertanya, “Anda nggak kasihan sama bini dan anak-anaknya kalau dia kehilangan pendapatan? Dia kan cuma meniru yang lebih tinggi?”
Yang namanya pelajaran etika dan moralitas kadang memang membingungkan. :)
Orang lain bisa saja punya pedoman sendiri: “Buka pintu, tarik keluar sopirnya, hajar!” Untuk soal yang ini, masalah bagi saya bukanlah moralitas melainkan usia dan nyali. :D
Oh ya, lagi pula sekarang ini bulan puasa, kan?