Keren Penampilan, Duit Keteteran

▒ Lama baca < 1 menit

PENUMPANG MAKAN TEMPE, SOPIR TAKSI MAKAN SATE.

taksi tarif lama di jakarta

“Sepi, Mas! Padahal denger-denger THR udah turun,” kata Bang Taksi. “Tarif lama aja susah, gimana kalo kita pake tarif baru?” katanya bersungut.

Di saat mood cocok, ngobrol dengan sopir taksi kadang menyenangkan. Jeleknya, tanpa sadar kita terseret ke pergunjingan, termasuk masalah pribadi penumpang lain. *

Bagusnya, kalau menyangkut topik aktual, inilah kesempatan untuk menyerap opini orang biasa. Seajaib apapun analisisnya, saya tak pernah menyanggah. Misalnya, “Dari semua presiden, cuma SBY yang dukunnya nggak kuat. Kalo Gus Dur sih dulu nggak didampingi dukun, tapi punya kyai-kyai yang sakti.”

Sekarang keluhan yang umum saya dengar dari sopir taksi adalah semakin banyak orang kantoran yang ogah naik taksi kecuali patungan.

“Pakaian boleh keren, uh mana ceweknya kayak di sinetron, Bos. Tapi mereka naiknya cuma deket, turun dari bus nyambung taksi, padahal kantornya dilewati angkot. Yang penting keliatan naik taksi,” kata seorang sopir.

Saya ketawa sekaligus membatin, apa dia nggak mau tahu kalo daya beli berkurang? Saya saja naik taksi karena diongkosin dan duitnya dikasih di muka.

taxi driver in jakarta Kapan itu seorang sopir uring-uringan, karena barusan membawa pria wangi perlente berdasi yang naiknya cuma dekat, tapi gayanya penuh perintah, banting pintu kasar sekali.

“Saya mah apal orang model begituan soalnya sering bawa orang kantoran. Kalo makan siang di dekat kantor, mereka tuh beraninya cuma makan tempe ama tahu pake sayur, padahal kita-kita ini berani makan sate,” ungkapnya.

Kali ini saya tak tahan untuk menyanggah, “Lho bukannya tempe dan sayur itu sehat, Bang? Saya juga suka tempe. Sate, apalagi yang berlemak, itu nggak bagus buat kesehatan…”

Dia menyergah, “Bukan masalah kesehatan, Pak! Ini soal harga! Sate kan lebih mahal!”

*) Lho, tulisan ini mempergunjingkan sopir taksi kan? Puasa nggak puasa, bergunjing itu tidak baik. :)

Tinggalkan Balasan