Pro-kontra Parsel Lebaran

▒ Lama baca < 1 menit

YANG BANYAK MENERIMA ADALAH YANG MAKMUR. SENSASINYA ITU LHO…

keranjang parsel

Pengusaha parsel bilang, pelarangan pengiriman-penerimaan bingkisan Lebaran tidak membuat korupsi dan suap berkurang.

“Kalau niat korupsi tidak usah tunggu sampai Lebaran. Tinggal minta rekening transfer atau kasih kunci mobil…,” kata Ketua APPI Fahira Fahmi Idris kepada detikcom.

Intinya, bagi dia dan kelompoknya parsel itu soal silaturahmi. Kenapa dilarang?

Selain mengumpulkan bos BUMN Kamis lalu, tahun lalu KPK sudah menyatakan atas nama semangat reformasi yang ingin memberantas korupsi, maka bingkis-membingkis di lingkungan ambtenaar dilarang. Masyarakat diimbau tak mengirim bingkisan. Pejabat yang menerima kudu lapor ke KPK, paling lambat 30 hari.

Uh, biskuit sudah habis, kalengnya sudah sampai di Bantargebang tuh. Lantas orang KPK punya tambahan kerjaan ketengan menghitung nilai bingkisan.

Buat saya, niat KPK itu diteruskan saja. Spirit untuk mewujudkan birokrasi yang bersih itu bagus.

Bagaimana dengan pengusaha parsel? Ya teruslah bekerja. Memangnya order cuma dari birokrat? Tepatnya: selalu dari swasta untuk pejabat?

Di luar imbauan KPK dan gerutuan pengusaha parsel, saya ingat gerutu seseorang. Katanya, yang sering menerima bingkisan Lebaran maupun Natal itu justru orang yang hidupnya berkecukupan, bahkan berlimpah. “Morally wrong!” katanya.

Dia lupa, bukan rasa kue dan kerennya tea set (plus handy-nya iPod, Dopod, Ixus, dan gadgets lain) yang utama, tapi perasaan mendapatkan kelimpahan dan penghormatan itu lho. Kiriman sih bisa dihibahkan ke orang lain. Si penerima sudah mblenger dan bosan.

Tinggalkan Balasan