Notebook Rp 116 Juta & Penampilan ala Perwira

▒ Lama baca < 1 menit

MASIH SAJA KITA DIREPOTI SOAL INI.

jas zegnaPria gemuk berkulit bersih, berambut cepak, itu hanya diam di pojok luar toko. Tangannya dilipat di dada. Mata sipitnya menatap tajam sekitar. Sumbat kuping Bluetooth terus terpasang. Para pegawai toko di sebuah mal di Jakarta itu tak menghiraukannya.

Kemarin itu saya membatin, apakah penyambut saya, Pak Bos dari negeri jiran itu, seperti juga beberapa eksekutif lainnya, menganggap Indonesia tak aman, sehingga perlu bawa pengawal yang berdiri di pojok itu?

Akhirnya Pak Bos yang menangani pemasaran Asia Tenggara itu memanggil si pria. Ternyata dia distributor di Indonesia untuk sebuah produk keren yang tergolong wish list, bahkan most wanted. Orangnya ramah.

Lagi-lagi saya salah. Terkecoh oleh penampilan. Tapi saya teringat pesan sejumlah orang, “Penampilan itu penting. Sangat penting.”

dasi abboudSaya juga teringat gerutu pemuda asal Gebog, Kudus, Jawa Tengah, yang sudah bergaji besar di Jakarta, tapi tak pernah didekati SPG parfum di mal. “Padahal aku mampu beli lho, Pak!” katanya.

Tak semuanya berbuah gerutu. Ada juga yang cengengesan, santai saja. Seorang blogger, petinggi sebuah badan PBB di Jakarta, sering ngerjain orang. Penyambut yang membuka pintu mobil berpelat CD kuciwa karena yang nongol orang biasa. Panitia semintar tak menyangka bahwa orang yang dikiranya singgah itu adalah sang pembicara.

Dua pekan lalu seorang distributor komputer bilang kepada saya bahwa pembelian notebook Rp 116 juta oleh seorang wanita itu bukanlah sebuah kemewahan, melainkan investasi.

Tanpa pasang iklan namanya langsung disebut beberapa media. Di tengah peluncuran produk dan lelang, namanya langsung diingat oleh ratusan pebisnis. Reputasi telah terbangun. “Kalau nanti dia mau bisnis, calon partner-nya langsung tahu ohhh itu yang beli notebook Rp 116 juta,” kata Pak Distributor.

Tapi ada juga kenyataan lain. Beberapa petugas satpam baru sebuah kumpeni mengikuti anjuran seniornya: anggaplah semua orang sama, karena jabatan dan posisi tak terwakili oleh busana maupun tunggangan. Yang wangi dan bermobil bagus boleh jadi adalah pegawai baru, dalam masa percobaan pula.

sandal bata gaya kereBagi saya itu semua soal pilihan. Mana yang nyaman sajalah. Mau keren mentereng, silakan. Mau biasa saja, ya sumangga kersa. Mau selang-seling necis dan ngelemprot, juga boleh. Gitu aja kok repot.

Tapi Nona Jeli (bukan “jelly”) bilang, “Aku bisa bedain. Bahasa tubuh bos itu beda karena dia terbiasa kasih perintah. Biarpun lusuh dan pendiam, kelihatan dominant dan demanding banget.” Yang dia maksud pastilah perwira militer dan polisi.

© Foto ilustrasi: Ermenegildo Zegna (jas), Joseph Abboud (dasi) & The InternetX (sandal)

Tinggalkan Balasan