↻ Lama baca < 1 menit ↬

HARUSKAH MEMPEROLOK KEKURANGAN FISIK?

Saya baru menyadari kekuatan iklan Sampoerna A Mild ini saat di jalan. Malam hari. Dalam antrean di tengah kemacetan pula. Mulanya, ketika melihat boks neon pertama, saya heran: kok hitam-putih? Pada boks neon berikutnya jelas sekali pesannya.

Tapi siapa peduli? Tetap saja para penyerobot tak mau tahu. Bahkan tanpa malu seorang pengendara Toyota Harrier menyerobot lalu memotong di putaran U.

Ketika pengatur jalan (satpamwan, bukan polisi) menegur, dia malah menghardik dengan alasan terburu. Untunglah kaum terserobot kompak, dan berteriak, “Jangan dikasih jalan, Pak!”

neon box sampoerna a mildKembali ke iklan ini. Mulanya lucu, tapi kalau kita endapkan dengan penuh perasaan kok jadi nggak enak ya. Buta warna, sebagai kekurangan manusia, dijadikan olok-olok. Semoga besok mata jereng, bibir sumbing, kaki pincang, dan badan bungkuk berpunuk, tak dijadikan lelucon.

Di luar iklan yang ini, secara umum iklan A Mild memang sinis, satiris, dan lucu — pun cerdas. Ketidakberesan dan kekonyolan sosial dia ledek dalam pelbagai versi.

Hanya satu perkara yang tak pernah diledek oleh A Mild: kaum perokok. Sudah tahu kegiatan mengasap itu membahayakan kesehatan orang lain — artinya asosial — kok malah dia dukung.

Banyak manusia bodoh. Di antara yang terbodoh itu adalah perokok. Nah, di antara perokok bodoh itu ada yang lebih dogol, yakni blogger yang menulis tentang bahaya rokok. Yang baca dan setuju? Nggak bodoh dong.

© Foto-foto: Dayinta Sekar Pinasthika

1 thought on “Buta Warna, Buta Hati

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *